Biografi dan Pemikiran Thomas Aquinas


Hanya ada dua kekuatan yang menggerakkan gemuruhnya dunia : agama dan filsafat. Aquinas membicarakan kedua-duanya, hakikat masing-masing, serta hubungan keduanya. Keterkaitan pemikirannya dengan Augustinus yang hidup hampir seribu tahun sebelumnya cukup jelas : Augustinus juga membicarakan agama dan filsafat, hakikat serta hubungan kedua-duanya.
        Aquinas memancarkan seluruh babakan pemikiran Abad pertengahan. Lewat Aquinas, Aristoteles membimbing Katholik. Dalam sistemnya kelihatan dengan jelas kerangka hubungan antara agama dan filsafat. Hal itu belum begitu jelas pada Plotinus dan Augustinus. Sebagaimana Augustinus, ia membuat perbedaan yang jelas antara Tuhan dan manusia, ia juga meyakini bahwa jiwa manusia imortal.

        Melalui gurunya, Albertus Magnus, Aquinas belajar tentang alam, dan ia kita saksikan dalam filsafatnya lebih empiris daripada pandangan orang-orang yang diikutinya. Kita katakan demikian karena ia memang banyak menggunakannyobservasi terhadap alam dalam menopang argumen-argumennya. Sekalipun demikian, kita tidak dapat mengatakan Aquinas menganggap penjelasan naturalis lebih tinggi daripada atau setingkat dengan penjelasan metafisika. Dalam hal kosmologi ia masih menganut hipotesis geosentris.
        Pandangannya tentang pengetahuan dipengaruhi oleh keyakinannya bahwa Tuhan adalah Awal dan Akhir segala kebijakan. Kita, katanya, tidak dapat menjelaskan masalah penciptaan berdasarkan hukum kausalitas. Akan tetapi, dalam argumennya ia menggunakan prinsip kausalitas itu. Di sini kausalitas dianggap sebagai hukum yang berasal dari Yang Mahatinggi . Secara singkat alam semesta ini dalam pandangan Aquinas dibagi ke dalam lima kelas : realitas anorganis, realitas animal, realitas manusia, realitas malaikat, dan realitas Tuhan (Mayer: 452).
        Semua realitas itu dibimbing oleh Tuhan. Tanpa bimbingan Tuhan, manusia tidak mengetahui apa-apa. Salah satu usahanya yang dilakukan dengan penuh ketekunan ialah memberantas kekafiran. Dalam hal ini ia banyak menggunakan pendapat orang Arab, tetapi ia tidak dapat menerima pemikiran orang Arab itu.


Kehidupan Thomas Aquinas
        Ia lahir di Roccasecca, Italia, pada tahun 1225 dari keluarga bangsawan, baik bapaknya maupun ibunya. Pada masa mudanya dia hidup bersama pamannya yang menjadi pemimpin ordo di Monte Cassino. Ia berada di sana pada tahun 1239-1244 ia belajar di Universitas Napoli, tahun 1245-1248 di Universitas Paris di bawah bimbingan Albertus Magnus (St. Albert the Great). Sampai tahun 1252 ia dan Albertus tetap berada di Cologne. Tahun 1252 ia kembali belajar di Universitas Paris pada Fakultas teologi. Tahun 1256 ia diberi ijazah (licentia Docendi) dalam bidang teologi, dan ia mengajar di sana sampai tahun 1259. Tahun 1269-1272 ia kembali ke Universitas Paris untuk menyusun tantangan terhadap ajaran Ibn Rusyd. Sejak tahun 1272 ia mulai mengajar di University Napoli. Ia meninggal pada tahun 1274 di Lyons (lihat Runes : 16). Karyanya yang paling penting ialah Suma Contra Gentiles (1258-1264) dan Summa Theologica (1266-1273) (Lihat Avey: 99).

Pemikiran Aquinas Dalam Teologi
        Aquinas mendasarkan filsafatnya pada kepastian adanya Tuhan. Ia mengetahui banyak ahli teologi percaya pada adanya Tuhan hanya berdasarkan pendapat umum. Ada juga ahli teologi yang menganggap eksistensi Tuhan tidak dapat diketahui dengan akal, itu hanya diketahui berdasarkan iman. Menurut Aquinas, eksistensi Tuhan dapat diketahui dengan akal. Untuk membuktikan pendapatnya ini ia mengajukan lima dalil (argumen) seperti yang diringkaskan berikut ini.
        Argumen pertama diangkat dari sifat alam yang selalu bergerak. Di dalam alam ini segala sesuatu bergerak. Dari sini dibuktikan Tuhan ada. Bierman dan Gould (1973:639) menamakan argumen ini argumen gerak. Jelas sekali bahwa alam ini bergerak. Setiap yang bergerak pasti digerakkan oleh yang lain sebab tidak mungkin suatu perubahan dari potensialitas bergerak ke aktualitas bergerak tanpa ada penyebabnya, dan penyebab itu tidak mungkin ada pada dirinya sendiri. Gerakan adalah perubahan dari potentia ke actus, potentia tanpa sebab lain tidak mungkin actus. Maka Penggerak Pertama, yaitu Penggerak Yang tidak digerakkan oleh yang lain. Itulah Tuhan.
        Argumen kedua disebut sebab yang mencukupi (efficient cause) (lihat Mayer: 454; Bierman dan Gould : 640). Ringkasannya kira-kira sebagai berikut. Di dalam dunia inderawi kita saksikan adanya sebab yang mencukupi. Tidak ada sesuatu yang mempunyai sebab pada dirinya. Ini tidak mungkin. Dalam kenyataannya  yang ada ialah rangkaian sebab dan musabab. Bila tidak ada sebab pertama tentu tidak akan ada rangkaian sebab selanjutnya, dan ini akan berarti  tidak akan ada apa-apa. Nyatanya apa-apa itu tidak ada. Oleh karena itu, wajarlah untuk menyimpulkan adanya sebab pertama, dan itu Tuhan.
        Argumen ketiga ialah argumen kemungkinan dan keharusan (possibility and necessity) (Bierman dan Gould : 640). Kita menyaksikan di dalam alam ini segala sesuatu bersifat mungkin ada dan mungkin tidak ada. Adanya alam ini bersifat mungkin. Kesimpulan itu kita ambil karena kenyataannya isi alam ini dimulai tidak ada, lalu muncul, lantas berkembang, akhirnya rusak atau menghilang. Kenyataannya itu, yaitu alam berkembang menuju hilang, membawa kita kepada konsekuensi bahwa alam ini tidak mungkin selalu ada karena ada dan tidak ada tidak mungkin menjadi sifat sesuatu sekaligus dalam waktu yang sama. Bila sesuatu tidak mungkin ada, ia tidak akan ada. Nah, mestinya sekarang ini tidak ada sesuatu. Ini berlawanan dengan kenyataan. Kalau demikian, harus ada sesuatu yang ada sebab tidak mungkin muncul yang ada bila ada pertama, itu tidak ada. Sebab, bila pada suatu waktu tidak ada sesuatu, maka tidak mungkin muncul sesuatu yang lain. Jadi, ada pertama itu harus ada karena adanya alam dan isinya ini. Akan tetapi, ada pertama itu, ada yang harus ada itu, dari mana? Terjadi lagi rangkaian penyebab. Kita harus berhenti pada penyebab yang harus ada itulah Tuhan.
        Argumen keempat memperhatikan tingkatan yang terdapat pada alam ini (lihat Bierman dan Gould : 640). Isi alam ini masing-masing berkelebihan dan berkekurangan, misalnya dalam hal kebaikan, keindahan, kebenaran. Ada orang yang dihormati, ada yang lebih dihormati, ada yang terhormat, ada indah, lebih indah, terindah. Benar juga demikian. Tingkatan tertinggi menjadi sebab tingkatan di bawahnya. Api yang mempunyai panas adalah sebab untuk panas di bawahnya. Yang Mahasempurna, Yang Mahabenar, adalah sebab bagi sempurna dan benar pada tingkatan di bawah-Nya. Tuhan, karena itu, adalah tingkatan tertinggi. Begitu juga tentang ada. Tuhan memiliki sifat ada yang tertinggi, ada yang di bawahnya disebabkan oleh ada yang tertinggi itu.
        Argumen kelima berdasarkan keteraturan alam (Bierman dan Gould : 640-641). Kita saksikan isi alam dari jenis yang tidak berakal bergerak atau bertindak menuju tujuan tertentu, dan pada umumnya berhasil mencapai tujuan itu, sedangkan mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang tujuan itu. Dari situ kita mengetahui bahwa benda-benda itu diatur oleh sesuatu dalam bertindak mencapai tujuannya. Sesuatu yang tidak berakal mestinya tidak mungkin mampu mencapai tujuan. Nyatanya mereka mencapai tujuan. Itu tidak mungkin seandainya tidak ada yang mengarahkan mereka. Yang mengarahkan itu pasti berakal dan mengetahui. Kita lihat anak panah diarahkan oleh pemanah. Yang mengarahkan alam semesta dan isinya ini harus ada, harus berakal dan berpengetahuan. Itulah Tuhan.
        Demikianlah lima argumen tentang adanya Tuhan. Argumen ini amat terkenal pada Abad Pertengahan. Argumen ini ditulis oleh Aquinas dalam Summa Teologica yang dari sana Mayer mengutip. Dapat dipisahkannya matter dan form dapat dipahami. Setiap benda terdiri atas bahan (matter) dan sifat (form).

Komentar