INDONESIA DARURAT MEMBACA ? Inilah 4 Masalahnya


Tujuan didirikan negara ini salah satunya ialah mencerdaskan kehidupan bangsa, hal ini tertuang pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, inilah salah satu tujuan mengapa para pendiri bangsa ini begitu ambisi untuk meraih kemerdekaan dalam semua aspek dan diantaranya ialah kemerdekaan dalam aspek pendidikan.
Namun, apa daya tujuan kemerdekaan itu nampaknya belum sepenuhnya tercapai, menyedihkan memang namun itulah kenyataannya. Salah satu faktor yang membuat tujuan kemerdekaan itu adalah malasnya membaca.


Menurut data dari UNESCO tahun 2012 Indonesia menepati rangking ke 60 dari 61 negara dengan minat membaca. Ini berarti negara kita tercinta Indonesia menepati rangking ke 2 dengan negara paling malas dalam membaca. Maka muncul pertanyaan dari saya, ko bisa seperti itu, padahal para pendiri bangsa ini adalah orang-orang yang cerdas.

Setelah terhimpun data dan perkiraan saya tentang minat baca terutama minat baca anak-anak usia 8-15 tahun, saya memiliki kesimpulan tentang permasalahan yang membuat minat baca di negeri ini begitu rendah. Diantara lain :
1.      Tidak ditanamkannya kebiasaan membaca.
Buku seperti asing bagi anak-anak. Hal ini dikarenakan anak-anak tidak dikenalkan dengan cinta membaca sedari kecil. Banyak dari orang tua lebih memilih membelikan anak gadget untuk mainan dibandingkan memberikan mereka buku, padahal pembiasaan membaca buku sedari kecil adalah salah satu hal yang akan membuat si anak terbiasa dengan buku dan lambat laun mencintainya.
Setelah anak mencintai buku, kebiasaan membaca akan menjadi kebutuhan bagi si anak dan dia akan merasa kehilangan sesuatu dari dirinya telah ia lewatkan dan menjadikan kehampaan bagi dirinya.
2.      Fasilitas perpustakaan masih sangat minim.
Ini juga menjadi faktor yang sangat penting dalam pengembangan minat baca anak-anak. Bagaimana seorang akan membaca buku apabila si bukunya pun tidak ada ? maka perpustakaan menjadi hal yang sangat penting, ketika seseorang sudah kehabisan mencari pustaka untuk membaca, maka solusinya ialah membeli atau meminjam buku ke perpustakaan.
Namun kembali mencuat pertanyaan berapa banyak kah perpustakaan di Indonesia ini ? saya jawab mungkin sangat minim, bahkan perpustakaan itu hanya dimiliki oleh lembaga-lembaga pendidikan atau pemerintahan daerah saja. Inilah permasalahannya, bayangkan apabila pemerintah sangat serius dalam menangani hal ini dengan program membangun 1 RW 1 perpustakaan juga dengan dibarengi program wajib baca bagi anak-anak.
3.      Faktor sekolah atau guru yang sering meberi PR berupa soal.
Saya memiliki pendapat bahwa PR yang berupa soal dan selanjutnya harus di isi oleh anak-anak tidak memberikan pengetahuan yang berlebih. Malah hanya akan membatasi anak-anak dalam mengexplore pengetahuan disekitarnya. Namun, nyatanya guru lebih suka memberikan anak PR berupa soal dibanding menyuruh mereka membaca dan menjelaskan tentang apa yang dibacanya.
Ternyata hal ini sangat berpengaruh bagi kemajuan minat baca anak-anak, ketika anak-anak lebih terbiasa dengan membaca buku maka minat dia untuk mengexplore ilmu lebih mendalam dan menyeluruhpun akan lebih timbul.
4.      Faktor lingkungan yang terkesan aneh melihat kutu buku.
Tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar lingkungan di negara kita ini sangat aneh terhadap seorang yang kutu buku, dalam artian membaca dan membawa buku kemana-mana. Entah ketika didalam angkutan umum, halte bus, dan tempat lainnya. Padahal ketika sebuah lingkungan memberikat suport dan apresiasi terhadap pembaca buku yang sudah “akut” orang akan mengikuti jejaknya menjadi pembaca buku juga. Hal ini lah yang nantinya memberi sebuah doktri tentang pentingnya membaca buku.
Nah setelah kita mengetahui permasalahannya apakah kita akan mengentaskan masalah ini ataukah akan tetap bersikap apatis terhadap permasalahan membaca ini. apabila kita memilih untuk apatis percayalah tujuan dari merdekanya bangsa ini tidak akan pernah tercapai.
            Untuk itu saya menghimbau kawan-kawan untuk terus mengentaskan permasalahan ini walau dengan cara terkecil yang bisa kawan-kawan lakukan. Percayalah perubahan besar itu datang dari perubahan-perubahan kecil yang biasa kita lakukan.

Komentar